[RP] Sunny Autumn

OOC :

- Sore hari, sehari sebelum upacara pembukaan tahun ajaran.
- LIMITED (Hanya karakter dengan posisi sebagai staff sekolah -Kepsek, guru dll.- yang dapat bergabung.)

(edited) Murid dengan Jabatan Dorm Leader diijinkan bergabung.

---

Sore yang cerah untuk ukuran musim gugur. Terlalu cerah.

Alice sedang berjalan-jalan di taman ditengah kastil. Mencoba untuk melemaskan badannya dan mengistirahatkan matanya dari pekerjaan yang menumpuk.

Berjam-jam didepan meja menghadapi berlembar-lembar dokumen yang harus diurus itu sesuatu yang amat melelahkan dan tidak sehat.

Sebenarnya, surat-surat itu sebagian besar merupakan surat yang harus diurus oleh sang Kepsek. Tapi seperti biasa, sang Kepsek lebih senang menimpakannya pada Wakilnya.

Alice menghela nafas sambil mengadah menatap langit.

"Tugas yang menyebalkan," keluhnya pelan.

Sebastian berjalan dengan santai di taman, sembari ia menikmati suasana sore hari.
Iapun menatap Alice yang sedang termenung menatap langit dan menyapanya.

" Nona Alice, selamat sore... Anda tampak lelah hari ini, ada yang bisa saya bantu? " sapa Sebastian, sambil tersenyum kepada Alice.

" Nona Alice, selamat sore... Anda tampak lelah hari ini, ada yang bisa saya bantu? "

Alice sedikit tersentak mendengar sapaan itu.

"Eh?" Gumamnya pelan sebelum bisa mengenali orang yang baru saja menyapanya.

Sebastian. Salah seorang Professor.

"Oh, ermh... Tidak apa..." Sahut Alice sedikit salah tingkah. "Hanya tugas rutin, terima kasih atas tawarannya..." tambahnya sambil membalas senyum Sebastian.

Sebastian tersenyum dengan jawaban Alice, " Anda benar benar rajin ya mengerjakan tugas begitu banyak.. Oh ya Nona Alice, saya lupa, bagaimana dengan persiapan upacara esok hari sudah sampai mana?"

Sambil melihat sekeliling taman, Sebastian menemukan sebuah bangku yang berada di bawah pohon. Merasakan bahwa Alice sekarang sedang lelah dengan tugasnya, iapun mengajak Alice untuk duduk di bawah pohon itu.

" Nona Alice, bagaimana kalau kita duduk saja di bangku bawah pohon itu ? Anda kan lelah, sepertinya lebih baik kalau kita sambil duduk saja." ajak Sebastian

" Anda benar benar rajin ya mengerjakan tugas begitu banyak.."

Wajah Alice sedikit merona mendengar pujian Sebastian. "Ermmh..."

"Oh ya Nona Alice, saya lupa, bagaimana dengan persiapan upacara esok hari sudah sampai mana?"

"Eh, ituu..." Alice sedikit mengerutkan dahinya. "Sebenarnya sudah selesai... Aku hanya tinggal mengirimkan surat ke Istana..." Suara Alice berubah jadi gumaman.

" Nona Alice, bagaimana kalau kita duduk saja di bangku bawah pohon itu ? Anda kan lelah, sepertinya lebih baik kalau kita sambil duduk saja."

"Ide bagus..." Alice menyetujui sambil berjalan ke arah bangku itu.

"Oh ya, ngomong-ngomong soal kerajaan Dusis..." Alice menoleh ke arah Sebastian. "Kau anggota kerajaan kan?" Tanyanya.

"Oh ya, ngomong-ngomong soal kerajaan Dusis..." Alice menoleh ke arah Sebastian. "Kau anggota kerajaan kan?"

" Iya, saya anggota keluarga kerajaan Dusis, anggota garis keturunan royal knight. Pernahkah anda datang ke Kerajaan Dusis?" Sebastian dengan ramah menjawab kemudian bertanya kembali kepada Alice sambil memberi senyumnya.

" Iya, saya anggota keluarga kerajaan Dusis, anggota garis keturunan royal knight."

"Oooh..." Alice bergumam mendengar penjelasan Sebastian. Dia memang pernah mendengar tentang tiga garis keturunan kerajaan.

"Pernahkah anda datang ke Kerajaan Dusis?"

Alice mengangguk. "Sesekali..." Sahutnya. Ia memang pernah menemani Fel pergi ke sana. Kunjungan singkat.

"Tapi... Garis keturunan Knight ya... Aku belum pernah bertemu dengan garis keturunan Knight yang bisa menguasai sihir..." Komentar Alice.

"Tapi... Garis keturunan Knight ya... Aku belum pernah bertemu dengan garis keturunan Knight yang bisa menguasai sihir..."

" Ahahaha.. " Sebastian tertawa kecil. " Saya memang pengecualian di keluarga garis keturunan Royal Knight yang menguasai sihir. Setelah 'kecelakaan kecil' terjadi di Istana," Tambah Sebastian, tersenyum memandang langit sembari mengingat masa lalunya.

" Ahahaha.. Saya memang pengecualian di keluarga garis keturunan Royal Knight yang menguasai sihir. Setelah 'kecelakaan kecil' terjadi di Istana,"

"Hoaaa..." Mata Alice melebar, tertarik. "Jadi begitu..." Gumamnya.

Sebenarnya ia sudah mengenal Sebastian saat ia masih menjabat sebagai Dorm Leader Tetra'las. Dulu ia hanya mengenalnya sebagai salah satu murid. Tidak disangka juga, sekarang mereka menjadi rekan kerja.

"Tapi pada awalnya, kau dididik sebagai Knight?"

Tapi pada awalnya, kau dididik sebagai Knight?

Sebastian tersenyum dan mengangguk, kemudian menjawab pertanyaan Alice dengan ramah," Ya, memang di istana saya dididik sebagai knight. Keluarga istana dari marga Von Schiller memang turun temurun mewarisi tradisi sebagai royal knight"

Sebastian yang membawa pedangnya saat itu, mengeluarkan pedang dari sarung pedangnya dan menggenggam pedang itu erat sembari menunjukkan pedangnya kepada Alice. " Inilah Durandal, pedang yang mengubah hidupku dan membawaku ke Celeste," tambah Sebastian.

" Ya, memang di istana saya dididik sebagai knight. Keluarga istana dari marga Von Schiller memang turun temurun mewarisi tradisi sebagai royal knight"

"Ya, aku sudah pernah mendengar itu," Alice mengiyakan. Rasanya memang ia pernah membaca Marga itu di buku silsilah kerajaan.

" Inilah Durandal, pedang yang mengubah hidupku dan membawaku ke Celeste,"

Alice mengamati pedang yang digenggam Sebastian.

"Hmmm..." Gumamnya pelan.

Meskipun baru pertama kali melihatnya, entah kenapa, ia merasa telah melihat pedang itu sebelumnya. Di suatu tempat lain, digenggaman tangan yang lain.

Tanpa sadar, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pedang itu.

"Eh.." Mata Alice mengerjap, mendapatkan kembali fokusnya sebelum ujung jarinya menyentuh Durandal. "Ah, maafkan aku..." Ujarnya pelan sambil menarik kembali tangannya dan menunduk.

Sebastian tersenyum kepada Alice dan bertanya, " Memangnya ada apa dengan dengan pedang ini, Nona Alice? Apakah ada yang aneh?"

Melihat ekspresi Alice, Sebastian tampak heran, sepertinya Alice mengetahui masa lalu tentang Durandal, yang seharusnya hanya keluarga kerajaan Dusis yang tahu.

Hawa musim gugur memang terasa sekali di taman ini, yah, meskipun musim gugur disini tidak seperti musim gugur di tempat lain yang biasanya berkesan suram. Sejujurnya, musim gugur disini sama hangatnya dengan musim semi. Tapi toh ia tetap dapat menikmatinya. Iapun jadi bernostalgia ketika ia masih bersekolah di Celeste dan ia selalu duduk di bangku ini memandangi daun daun yang berguguran. Ia memandangi langit lagi, dan tangannya meraih sebuah daun daun yang berguguran dari pohon yang seharusnya bisa jadi tempat berteduh

Mencoba mencairkan suasana, Sebastian tersenyum kepada Alice dan berkata, " Musim Gugur ini indah bukan, Nona Alice ?"

" Memangnya ada apa dengan dengan pedang ini, Nona Alice? Apakah ada yang aneh?"

"Ah, tidak..." Alice termenung. "Tidak... Hanya..." Ia tidak meneruskan kata-katanya.

"Aku rasanya pernah melihat pedang itu entah dimana," Alice melanjutkan kalimatnya yang sempat terpotong sambil tersenyum. "Yah, mungkin hanya mirip..."

" Musim Gugur ini indah bukan, Nona Alice ?"

Alice hanya bisa tersenyum sambil tertawa kecil.

"Ya, memang Indah," Ujarnya menyetujui. "Well, tidak seperti musim gugur di tempat lain..."

Ia pernah berkunjung ke tempat lain saat musim gugur. Musim gugur disana suram dan mendung. Yah, memang seharusnya seperti itu kan? Ibaratnya penyesuaian sebelum gempuran dingin di musim salju. Tapi ini Celeste, dan keadaan disini ditentukan suasana hati sang kepala sekolah.

Tampaknya akhir-akhir ini suasana hati Feldunost sedang ceria. Yang sedikit jadi pertanyaan, bukannya ia tidak menyukai cuaca cerah?

Yah, bukannya tidak salah sih...

"Kau menyukai musim gugur?" Tanya Alice tiba-tiba, mencoba mencari bahan pembicaraan.

Kau menyukai musim gugur?

Sebastian tersenyum ke langit lagi dan menyenderkan badannya ke kursi taman, iapun memandang Alice dan menjawab pertanyaannya dengan ramah, " Iya, musim gugur memang musim favorit saya.. Ini adalah musim ketika saya lahir, saya diangkat menjadi royal knight di kerajaan,"

Sambil mengingat suasana kerajaannya yang hangat, Sebastian pun menambahkan,"meskipun musim gugur ini tidak seperti di kerajaan dusis, dimana rakyat dan keluarga istana sama-sama merayakan festival di halaman kerajaan."

Mendadak, Sebastian pun merasa rindu akan suasana kerajaannya dan berkumpul bersama orang orang yang terdekatnya. Daun daun semakin banyak berguguran di taman , tersapu angin yang menyibakkan rerumputan di taman yang mulai memudar menjadi warna cokelat.

Sekarang, walau suasanaberbeda, Sebastian-pun tetap menikmati suasana yang ada disini, sebab, disinilah tempat ia belajar dan menuntut ilmu.

" Nona Alice, apakah anda juga suka musim gugur?"
Sebastian bertanya ramah sambil tersenyum

" Iya, musim gugur memang musim favorit saya.. Ini adalah musim ketika saya lahir, saya diangkat menjadi royal knight di kerajaan, meskipun musim gugur ini tidak seperti di kerajaan dusis, dimana rakyat dan keluarga istana sama-sama merayakan festival di halaman kerajaan."

Alice mengangguk-angguk mendengar penjelasaan dari Sebastian. Baru kali ini ia mendengar Sebastian bercerita tentang kampung halamannya.

Kerajaan Dusis. Meski telah banyak membaca tentangnya, dan berkunjung kesana, tampaknya masih banyak yang hal yang belum diketahui Alice.

" Nona Alice, apakah anda juga suka musim gugur?"

"Musim gugur?" Alice mengulangi pertanyaan Sebastian. "Yah..."

Musim. Ia sebenarnya tidak terlalu memerhatikan hal seperti cuaca atau musim. Jujur saja, ia lebih banyak menghabiskan waktunya didalam ruangan, mengurusi tumpukan dokumen yang dengan melihatnya saja sudah membuat jemu.

"Bisa dibilang aku cukup menyukainya." Alice menjawab pertanyaan Sebastian. Well, di musim gugur Katana biasanya membuat mushroom ravioli.

" Ahahahahaha." Sebastian tertawa kecil melihat ekspresi Alice saat menjawab pertanyaanya. " Nona Alice, tampaknya anda butuh istirahat, kalau misal ada pekerjaan yang sekiranya memberatkan anda, bilang saja kepada saya, saya akan mencoba membantu semampu saya." tambah Sebastian

Walau Sebastian juga memiliki pekerjaan hari ini untuk penerimaan siswa baru esok hari yang menumpuk oleh kepsek, dia selalu mengerjakan dengan cepat dan sebaik baiknya. Ia tampak masih bisa jalan jalan di kampus, melihat lihat pemandangan indah di sekitar kampus dan duduk dudukan di taman.

" Benar benar musim gugur yang hangat yah Nona Alice?" kata Sebastian dan iapun tertawa terkekeh kekeh. "Kurasa kepala sekolah belum pernah datang ke dunia manusia dan merasakan musim gugur asli seperti apa," Lanjut Sebastian dengan nada bercanda.

Walau dengan perbedaan ini, Sebastian malah merasakan kenyamanan dengan musim gugur yang hangat ini.

" Ahahahahaha. Nona Alice, tampaknya anda butuh istirahat, kalau misal ada pekerjaan yang sekiranya memberatkan anda, bilang saja kepada saya, saya akan mencoba membantu semampu saya."

"Ah, ya, terima kasih atas saran dan tawaran bantuannya..." Alice tersenyum, wajahnya sedikit merona.

" Benar benar musim gugur yang hangat yah Nona Alice? Kurasa kepala sekolah belum pernah datang ke dunia manusia dan merasakan musim gugur asli seperti apa,"

Alice ikut tertawa kecil mendengar candaan Sebastian.

"Yah, bukannya dia tidak pernah merasakan musim gugur yang sebenarnya sih..." Komentar Alice disela tawanya.

Suatu kemustahilan Feldunost tidak pernah melihat kondisi iklim yang seharusnya. Setahu Alice, ia sudah pernah menjelajahi Arda. Tapi ya, itu lah Feldunost.

Alice mengadah menatap langit yang biru membentang. Langit cerah yang umumnya ditemui di musim panas atau musim semi, bukannya dipertengahan musim gugur seperti saat ini. Benar-benar tidak seperti musim gugur.

Entah seperti apa jadinya musim dingin nanti. Mungkin saljunya akan hangat.

"Padahal rasanya ia tidak begitu menyukai suasana yang hangat dan cerah seperti ini..." Gumam Alice sambil menghela nafas. "Tapi yah... Setidaknya kita masih bisa menikmati warna musim gugur~" Ujar Alice pada Sebastian sambil tersenyum, hampir sedikit berdendang sambil melambaikan tangannya ke arah pepohonan yang memerah.

"..." Allesta berdiri dengan mata mengerjap. Dia agak kaget bisa ada di sini. Tadi dia sedang mencoba 'anak' barunya, yang bisa membuatnya berteleportasi. Cukup berhasil, tapi jaraknya masih terlalu dekat. Padahal dia berharap bisa pergi ke tempat yang lebih jauh lagi dari ini. Dia mendengus kesal karena masih ada di lingkungan sekolah juga. Dia merasa 'anaknya' belum berguna.

"Tsk! cuma sampai di sini saja..." Allesta mengacak-ngacak rambutnya. dia melihat ke sekeliling dan memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, menyegarkan diri setelah berjam-jam ada di dalam ruangan tertutup. Sekalian mencari bahan yang bergunan untuk eksperimennya.

"Ah..." Allesta berhenti berjalan dan melihat ke depannya... apa atau siapa yang dilihatnya?

Hari yang cerah, untuk ukuran musim gugur. Kain sedang berjalan-jalan santai disekitar taman Kastil. Melemaskan kaki sambil menikmati pemadangan kan tidak salah. Lagipula cuacanya sedang enak untuk dipakai berjalan-jalan.

Ketika berbelok ke semak mawar yang hanya tinggal menyisakan bunga-bunganya yang mekar, Kain mengedikkan kepalanya.
"Ah, kau kepala asrama Ayleid kan?" Sapanya ramah.

"...Ya, benar. Halo!" Allesta menyapa dan tersenyum, tapi dia jadi ingat satu hal, "maaf, Anda siapa? Rasanya pernah melihat anda di suatu tempat..." dengan bodoh dan mudahnya Allesta merupakan orang-orang yang ada di Celeste. Maklumlah, dia sudah berhari-hari mengurung diri di ruang eksperimennya, jadi dia hampir tidak berinteraksi dengan orang lain.

"Lalu... sedang apa di sini?" dan Allesta bertanya lagi. Ya ampun? ada apa dengan ketua asrama yang satu ini? apa dia baru terbentur? atau mungkin efek samping dari percobaan teleport-nya?

"Haaah... melelahkan..." Derrick meregangkan otot-otot lengannya yg terasa lelah. Derrick merilekskan dirinya di salah satu kursi yang terletak di taman itu. Angin musim gugur menerpanya. Tunggu! Musim gugur? Ralat, ini musim semi, meski suasananya terlihat seperti musim gugur. Ulah siapa lagi kalau bukan ulah sang kepala sekolah yang cukup iseng. Yah... terserah saja. Urusan seperti itu bukan urusan Derrick kan?

Derrick mengacak-acak rambutnya. Ia memejamkan matanya sejenak. Mencoba merasakan angin yg menerpanya. Sejuk, dan tanpa sadar Derrick pun tertidur di tempat itu. Bodohnya... ia terlalu lelah sampai bisa tertidur di sana. Oh... kau pasti masuk angin jika tidur di tempat seperti itu, nak.

Semoga saja ada orang yg membangunkannya sebelum Derrick tertidur lebih lelap lagi.

Sore itu, Reinard yang baru saja selesai mengerjakan tugasnya di perpustakaan, memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman untuk bersantai dan menikmati musim gugur yang...yah lebih cocok disebut sebagai musim semi. Memang, berkat ulah kepala sekolah, tidak ada yang bisa menebak akan seperti apa cuaca di celeste.


Dia pun berjalan-jalan di sekitar taman sambil menikmati pemandangan di sekitarnya. "Hmm?" gumam Reinard. Setelah dia berjalan-jalan sejenak, dia melihat sosok yang sudah sangat dikenalnya terduduk di salah satu bangku taman, Derrick, namun tampaknya dia sedang tertidur... Sebetulnya dia tidak ingin mengganggunya, tapi bukankah tidur di tempat seperti ini tidak baik untuk kesehatan? Reinard pun memutuskan untuk menghampiri dan menyapa sahabatnya itu.

"Lily, sedang apa kau disini? Hati-hati, jangan tidur disini, nanti kau bisa sakit..." Ujar Reinard sambil menepuk pundak Derrick dengan pelan.

"ah, sudahlah... Sampai jumpa." allesta pergi dan berjalan2 lagi. Sekaligus mencari mawar hitam atau material bermanfaat baginya. Bukan hal yg mudah untuk mencarinya.

entah apa yang ada di pikirannya. Dia yg penasaran dgn teleport, malah mencobanya lagi. Hasilnya malah lebih buruk dan membawanya ke tempat tak terduga... Tempat dimana derrick tidur...
"ah.."

"EH?!"

Radi terkejut melihat banyak orang di tempat yang akan ditujunya. Dari kejauhan ia sepintas melihat tiga orang murid yang dua diantaranya, yah... menurut dia dekat dengannya. Semula Radi hanya ingin menanam bibit Lavender hasil rekayasanya tepat di belakang bangku Derrick tertidur. Hanya memberi hiasan pada bangku yang semula hampa saja. Yah... Alasan sebenarnya karena... Tidak ingin diketahui orang lain karena ini ilegal.

Radi mulai menghitung. "Satu, Dua, ah..." Ada satu anak cowok menarik yang mengalihkan perhatiannya yang semula tertuju kepada dua murid itu. Radi berjalan mendekati anak tersebut. "Hei nak, sepertinya aku mengenalmu... Kau siapa yah?" tanya Radi kebingungan. GREAT! Mungkin anak tersebut akan menganggapnya aneh. Bagaimana mungkin Radi berkata ia mengenalnya sementara ia menanyakan siapa anak tersebut detik berikutnya? Hancurlah sudah imagemu Radi!!

----------------------------
ooc: ceritanya radi datang setelah allesta udah ada disana ^^ (deket derrick) dan berhubung saya AWALNYA tidak tahu Allesta cwe atau cwo, jadi harap konfirm.. saya edit deh yg awal.. ==' dan satu lagi, berhubung saya bosan dengan char RP saya yg selalu dipanggil ryu, maka untuk char ini silakan panggil radi atau lisse ^^

"Padahal rasanya ia tidak begitu menyukai suasana yang hangat dan cerah seperti ini..." Gumam Alice sambil menghela nafas. "Tapi yah... Setidaknya kita masih bisa menikmati warna musim gugur~" Ujar Alice pada Sebastian sambil tersenyum, hampir sedikit berdendang sambil melambaikan tangannya ke arah pepohonan yang memerah.

" Ahahaha.." Sebastian tertawa kecil mendengar pernyataan Alice. "Kepala sekolah mungkin sedang senang hari ini, semoga dengan ini mungkin menjadi pertanda, bahwa penerimaan murid murid baru nanti akan berjalan lancar," lanjutnya.

Ya, hari ini memang hari yang menyenangkan, ketika daun daun kecokelatan mulai berguguran satu per satu, suasana sore yang berbeda di kerajaan, ketika ia harus menikmati daun yang berguguran dan angin pun menyanyikan lagu lagu syahdu pembawa aura dingin yang menusuk kalbu.

Ia tersenyum sembari melihat keadaan sekitarnya. Taman mulai banyak didatangi oleh orang orang lain, menambah keceriaan musim gugur yang hangat di Celeste ini, teringat lagi masa lalu sewaktu ia masih berada di Celeste, ketika ia masih duduk di bangku ini sendiri sambil berdendang dan mengambil sehelai daun cokelat yang tertiup angin sepoi.

" Nona Alice, setelah ini anda akan pergi kemana lagi?" tanya Sebastian sambil tersenyum